Being 33


"Hal apa yang paling menyebalkan menjadi perempuan lajang di usia 33 tahun?"


Suatu senja pertanyaan itu mampir ke telingaku. Kujawab dengan diam. Bukan karena aku tak memiliki satu jawaban pun. Tetapi karena terlalu banyak jawaban atas pertanyaan itu.
Lalu, lelaki muda itu bertanya lagi padaku seolah meralat pertanyaannya.

"Hal yang teramat sangat menyebalkan hingga kau muak."

Muak?

"Jatuh cinta tanpa berlogika."

Begitu kata "muak" terdengar, seketika itu jawaban itu meluncur dari bibirku. Si penanya terdiam. Ia membetulkan posisi duduknya yang senampaknya menjadi tak nyaman dengan jawabanku. Ia menyandarkan punggungnya sembari meletakkan tangan di dagu seolah berpikir keras mendengar jawabanku.

"Jatuh cinta tanpa logika? Bukankah seharusnya kau berbahagia bahwa di usiamu itu, kau masih bisa jatuh cinta, ehm, ya maksudku bukankah di usia itu perempuan susah untuk jatuh cinta?" cerocosnya.

Bawel, ucapku dalam hati. Aku hanya meliriknya sinis. Air mukanya berubah. Jakunnya naik turun menandakan ia menelan ludah berkali, senampaknya ia merasa tak enak atas pernyataannya.

"Maaf."

"Untuk apa?"

"Pernyataan barusan."

"Tak salah kok. Kenapa harus minta maaf?" ucapku menyeruput latte di hadapanku yang tinggal setengah cangkir.

.
"Itu kenapa jatuh cinta tak berlogika di usiaku jadi hal menyebalkan."

Lelaki jangkung berpenampilan modis itu menatapku ingin tahu. 

"Kau sedang jatuh cinta ya?"

Aku meliriknya tajam. Berpikir harus kujawab apa. Ia di hadapanku terlihat gugup.
Lalu, kuangguk kepalaku pelan. Mata jernih di sebalik kacamata itu melotot menatapku.

"Tenang,  bukan denganmu," jawabku singkat. Ia menghela nafas seolah baru mendengar berita yang melegakan.

"Lalu, dengan?"

'Anak kecil' ini semakin penasaran senampaknya.

Dengan ia.


(bersambung)




LA/13032018

Komentar

Postingan Populer