JATUH DAN PATAH


Gadis itu menuliskan ironi untuk pertama kali dalam hidupnya. Bahwa ia merasakan jatuh dan patah hati dalam waktu bersamaan. Kesadaran yang terlambat bahwa ia sesungguhnya jatuh hati.

Gadis itu punya benteng hati yang menjulang tinggi dan ia pikir kokoh. Benteng yang takkan terbuka tanpa izin. Ia kunci rapat gerbang benteng itu. Seolah trauma menghampiri jika sewaktu ada yang hendak menghancurkannya seperti bertahun lalu.

Lalu, pada suatu waktu, pemuda itu tiba. Gadis itu tak menyadari sejak kapan ia selalu ada di sampingnya. Duduk diam tak berkata. Hanya ada di sampingnya. Seiring waktu bergulir, mereka bertukar sapa hingga menuturkan cerita.

Hingga pada suatu pagi, mata gadis itu menelusuri pintu yang kerapkali digunakan pemuda itu untuk masuk menghampirinya. Ia mencari si pemuda. Terlalu bodoh baginya menyadari bahwa ia jatuh hati. Ia hanya merasa seluruh rasanya kebas. Hatinya tak terasa pada cinta. Ia lupa bagaimana jatuh cinta.

"Ia masih terlalu muda. Perempuan seumurmu yang orang bilang perawan tua takkan bisa bersamanya," ujar seorang kawan. Hati gadis itu terhenyak. Ia terbelalak pada kenyataan yang menohoknya. Ia lupa bahwa cinta tak memandang usia. Maka, ia menekan seluruh rasa. Meski pada realita, ia justru semakin tenggelam pada rasa.

***

Di lain waktu, pemuda itu berkisah mimpinya tentang masa depan. Raut pemuda itu benderang bak surya menggambarkan mimpi masa depannya. Ditatapnya dalam penuh kekaguman.

"Ya, di usianya, tentu saja ia akan mengejar mimpi masa depannya. Dan aku siapa bisa menghalangi segala mimpi itu?" pikir gadis itu. Lalu, ia mencukupkan diri menikmati keberadaan pemuda itu di sampingnya.

"Ya, cukup seperti ini saja."

***

Di pagi itu, kabar menghampiri bahwa pemuda itu akan pergi. Pergi mengejar mimpinya. Gadis itu terhenyak. Tak pernah dalam miliaran tahun cahaya, ia berpikir pemuda itu takkan ada lagi di sampingnya. Esok, pemuda itu akan sirna dari pandangnya. Takkan lagi ada sapa dan tawa.

Gadis itu diam-diam menangis tanpa siapapun tahu. Ia runtuh di hadapan Tuhannya. Dalam keheningan malam, ia mengiba pada Tuhannya untuk membaik-baik saja kan hatinya.

Di malam itu, gadis itu tahu bahwa ia jatuh hati. Ia pun menyadari bahwa ia sesungguhnya patah hati.

Tuhan berbaik hati padanya. Keesokannya ia diperbolehkan untuk terlihat kuat seolah-olah baik saja. Ia tatap dalam dan lekat pemuda itu seolah meminta ingatannya menggambar baik sosok pemuda itu. Hingga jika ia merindunya suatu waktu, memorinya menggambarkannya dengan sempurna.

Pada setiap tatapannya, sesungguhnya hati remuk. Berharap Tuhan menghentikan waktu sebentar saja. Ia tak mampu mengucap cinta pada pemuda itu, tapi ia ingin waktu berjalan lambat agar ia menikmati setiap masa bersama pemuda itu.

Di hari itu, gadis itu menuliskan kisah ironi dalam hidupnya. Kini ia hanya mencintai memori. Pemuda itu hilang tanpa kata perpisahan. Gadis itu lara.
Ia cuma bisa meraung dalam perbincangan sepertiga malam dengan Tuhannya. Ia berkisah betapa nelangsa hatinya. Ia seolah lupa cara menghentikan airmata.

Dan gadis itu menyadari, kisah ironi pertama dalam hidupnya menggoreskan luka yang butuh lama untuk menyembuhkannya. Di sepertiga malam itu, ia berdoa...

"Rabb-ku Maha Cinta, pulihkanlah hatiku yang jatuh sekaligus patah ini. Rabb-ku Maha melindungi, jagalah ia. Berkahilah langkah dan mimpinya..."

Gadis itu terisak.

"Rabb, katakan padanya bahwa aku amat menyayanginya..."

Pada malam itu, gadis itu menitipkan rasanya pada Sang Pencipta dalam sebuah doa. Jika memang untuk kebaikan, doa itu akan kembali padanya. Dan ia tahu jika doanya tak pernah kembali, bahwa sesungguhnya takdir Tuhannya selalu yang terbaik.

Dan, ia pun perlahan melangkah karena ia tahu hatinya aman bersama-Nya.


LA/06051441

Komentar

Postingan Populer