I DON'T HAVE A HEART

 "You're wonderful."

Aku terdiam mendengar kata-kata itu. Otakku kosong untuk menalar ucapannya. Hatiku pun bingung bagaimana harus merespon perkataannya.

"Lalu?"

"You're so kind."

Aku mengernyitkan dahiku. Semakin tak mengerti perkataannya.

"Langsung pada intinya. Jangan berbelit," tegasku. Lelaki di hadapanku ini adalah lelaki paling plin-plan yang pernah kutemui. 

 Tapi, hatiku memilihnya.

Dia terdiam sambil membetulkan posisi duduknya.

"Rasanya usai ini kau akan bicara omong kosong. Maka lebih baik kau tak usah bicara," celetukku seolah bisa membaca pikirannya. Ia menatapku tajam sambil membetulkan kacamatanya.

"Kamu bisa membaca pikiran?" sindirnya. Aku berdehem sambil menggeleng.

Dia menatap dalam mataku. Kami berdua menghela napas panjang dan dalam. Ada yang mengganjal dalam hati tapi terhenti di bibir untuk terucap.

"Kamu cuma ingin bilang agar aku menemukan lelaki lain karena kamu merasa aku terlalu baik buat kamu?" paksaku.

Duduknya terlihat tak nyaman dari caranya menggeser tubuh menjauhiku.

"Bilang saja ada perempuan lain, tidak usah berdalih menyebutku baik. Omong kosong 'kan?"

Matanya terbelalak seolah membenarkan setiap perkataanku. Kami beradu pandang dalam diam.

Pikiranku melayang pada satu kutipan yang menyebut bahwa wanita yang nakal lebih atraktif dibandingkan wanita yang baik-baik saja di mata lelaki. 

"Ya sudah. Kita tak perlu menikah. Kau tertekan dengan kata 'menikah', bukan?"

Ia masih diam tergugu.

"Jangan pergunakan kata 'kamu baik jadi berhak mendapatkan orang yang lebih baik dariku' lagi pada wanita lain yang hendak kau tolak. Katakan saja kau bukan tipeku, itu lebih masuk akal. Ketika kamu menemukan orang baik, bukankah seharusnya dengan tangan terbuka kau menyambutnya untuk hidupmu?"

"Kalau aku berkata begitu, tidakkah aku termasuk orang yang menyakitimu? Aku tak ingin kau ingat seperti itu apalagi aku paham benar luka hatimu," dalihnya. 

Aku mendengus kesal mendengar perkataannya.

"Aku pergi. Kamu tahu apa yang kusyukuri dari pembicaraan kita ini?" tanyaku sambil membenahi tasku hendak beranjak pergi.

Kulihat alisnya naik. Rautnya mengekspresikan keingintahuan.

"Terima kasih telah menolakku. Suatu saat kau akan memahami betapa pentingnya membersamai orang baik. Dan suatu saat semoga kau akan menyesali telah melepasku."

Ia meremas kuat genggaman tangannya. Kulihat terakhir kalinya mukanya memerah. Aku beranjak pergi.

Aku takkan menangis. Ya, takkan menangis untuknya.

"Inside I'm dying to see you crying. How can I make you understand, I care about you. So much about you, baby. I'm trying to say this as gently as I can 'cause I don't have the heart to hurt you. It's the last thing I want to do, but I don't have the heart to love you. Not the way you want me too..."


LA/18011442





Komentar

Postingan Populer